Rabu, 08 September 2010

Tawakal

TAWAKAL

ADALAH TAWEKAL

Al-Quran adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Makna sebenarnya tentu tidak ada yang tahu kecuali Allah dan Rasul-Nya. Para sahabat dan ulama mencoba mengali apa makna yang tersurat dan yang tersirat di balik lafadz al-Quran dengan harapan dapat menangkap maksud sebenarnya al-Quran.

Hal lumrah dalam menggali makna para ulama berbeda pendapat, tentu berdasarkan ke-ilmuannya. Umaat islam mencoba mengkaji ulang dengan merujuk pada orang-orang terdahulu, yang mempunyai otoritas dibidangnya.

Karenanya al-Quran tidak dapat dipandang secara parsial (terpisah-pisah), sebab satu dengan yang lain Saling berhubungan. Banyak masyarakat yang enggan merujuk pada orang yang mempunyai otoritas dibidang al-Quran, dia hanya mengandalkan pemahan teks dan terjemah balaka, sehingga melahirkan kekelruan dalam menangkap maksud ayat.

Sekelumit keselahan masyarakat menangkap makna tawakal, yang ada di dalam al-Quran. Orang menggap bahwa tawakal memesarahkan urusan kepada Allah, manusia tinggal menunggu keajaiban dari langit. Sebab dengan tawakal maka Allah akan mencukupinya.

Penomena di masyarakat sangat-lah ironis, tawakal hanya pelampiasan semata. dijadikan tameng untuk menutupi diri dari keputus-asaan ketika menghadapi persoalan yang sulit dipecahkan. Lantas berkata; ”Usaha sudah, ikhtiar sudah, tawakal saja.” Kata-kata itu yang selalu melekat di dalam hati hampir setiap orang. Hal ini sebenarnya akan melahirkan kemunduran pribadi yang berakibat ke kehidupan sosial.

Kesalahan pemahaman tawakal berakibat patal. Manusia banyak memasrahkan persoalan kepada Allah sementara tidak mau mengikuti sistem yang telah Allah ciptakan. Di sisi lain beranhggapan tawakal adalah akhir dari usaha. Sehingga setelah selesai berusaha hanya menunggu keajaiban dari langit. Dalam al-Quran sudah jelas jika tawakal maka Allah akan mencukupinya. Persoalannya sekarang banyak di antara kita orang tawakal tetapi selalu dalam kekurangan dan kelemahan. Siapa yang salah al-Quran-kah yang salah? Atau pemaham tawakal kita yang belum benar atau maksimal?. Hal ini sepertinya harus dikaji ulang, s ehingga dapat diharapkan tawakal yang kita lakukan dapat dicukupi Allah swt.

Berdasarkan peryataan-peryataan di atas penulis ingin menyajikan konsep tawakal yang benar yang penulis pahami. Penulis menggap hal ini sangat urgen untuk dihidangkan kepada para pembaca dan masyarakat pada umunya

.Tawakal adalah berserah diri kepada Allah swt. Artinya kita mau mengikuti aturan yang telah Allah ciptakan. Kita rela mengikuti pada sistem yang telah Allah buat. Kalau mau pintar belajar, mau kenyang makan, mau berhasil kerja secara maksimal, mengikuti sunatullah. Jadi tawakal itu bukan pada permulaan melainkan sebelum, dan sedang berbuat. Jika tawakal seperti konsep yang penulis sodorkan, maka ketika menemukan kegagalan tidak menyalahkan Allah swt, tetapi mengkaji ulang, pasti ada yang salah dalam berbuat. Pemahaman tawakal seperti ini melahirkan pribadi yang energik, proaktif dan optimis. Dengan berpemahan tawakal seperti di atas, menjadi pribadi yang tidak malas, dan kerja keras.

Sebagai analogi, ”Allah telah menciptakan kofi pahit gula manis”, ketika menggabungkan kofi dan gula, lebih banyak kofinya jelas rasanya akan pahit, sebaliknya jika banyak gulanya rasanya jelas manis”. Seseorang bertawakal kepada Allah swt, sekaligus rela akan aturan yang telah Allah ciptakan, maka kalau mau menggabungkan kofi dan gula dan rasanya diharapkan manis, maka orang tersebut membanyakan gulanya.

Tidak berlebihan jika orang tua kita sering berkata tawekal. Ini satu isyarat bahwa kita harus mengikuti sunatullah.

Buah pemikiran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar